Pages

Tuesday, April 30, 2013

selamat datang

May

ujung.....

          April ini puncak dari segala gunung, dasar dari segala jurang, dekat dari segala cinta, lekang dari segala benci. aku pada aku hanya mampu kutunggu. sampai pada akhirnya aku hanya mampu, sampai April ini. sampai detik ini. bayangan telah bermulim ke lain hati. tapi aku hanya ingin setia menjadi ayah sang buah hati, bukan pemilik tulang rusuk dari bidadari. tulang rusuk telah pergi. tak kenal hati Adam dan menyulut benci. selamat berjalan menuju kebahagiaan, salam ayah dari sang buah hati, untuk bunda yang pergi meninggalkan kami. I''ll always love you, my endless love.

akhir detik April, 2013
-Kevin

sungai asa

memang ini semua harus berakhir
akhir bulan tinggal detik
akhir kasih tinggal janji
akhir cinta sudah benci

berjalan kutapaki malam
ke dalam kesunyian
ditengah pelukan jembatan
utara
dan selatan

dingin menusuk tulang
menusuk diri yang telanjang
tanpa kasih sayang
tanpa cinta

aku berdiri di atas besi
beku keras bagai es
menatap kebawah
sungai yang menyapaku dengan kejernihannya
didalam kenangan aku melihat
sangat transparan

aku melompat
berharap akan bertemu dengan bayangan
yang kucinta dengan hati
berikut jiwa
dibawa dengan segenap tawa

dan saat ku menyentuh air,
hanya dingin hatimu yang kurasa
bukan kehangatan cinta
yang membuatku ber-asa-asa

aku tak ingin muluk-muluk. bukan ingin di peluk, bukan ingin di kecup, bukan ingin di belai, bukan ingin di rindukan. aku hanya ingin dicintaimu dan hanya ingin ada dalam setiap lantunan doamu.

Akhir April, 2013

jeratan

aku
terperosok kedalam
kedalam buaian pelukan
suatu jeratan
ikatan
tak kenal perih
ia terus mengikat

aku dalam asaku berteriak
meronta
memperkosa jeratan itu
hingga terlepas
oleh sihiran kesabaran

keajaiban cinta
tak dapat dijelaskan
setiap kata
setiap asa
setiap belaian
energi yang sangat luar biasa
dapat hilang begitu saja
lepas
seperti jeratan yang diperkosa kesabaran

terngiang
pergi meninggalkan janji
omong kosong!
kata cinta busuk!
janji pengkhianat
kau percaya itu?

bidadaripun berbohong
bagaimana dengan manusia
tempat salah dan dosa beradu
tetapi manusia punya pikir dan hati
bukan hanya emosi
yang meledak bagai mesiu peluru

kau harus bisa menjalani hidup, ini semua bukan akhir. kau punya Tuhan yang selalu di sisimu melekat dalam kalbu, vin.

-kataku untuk diriku, Kevin.-

ingkar

kuingin katakan
sembilu esok menantang jaman
semangat dalam ratapan
celah di ujung buritan
kembalikan!
semua rasa dalam semangat
kepulan asap perapian
membakar seluruh ranting kenistaan
pengkhianatan
amarah
benci
dan kemunafikan
aku berdiri disini dengan janji
bukan diingkari oleh pendusta

kuhikmati setiap janji
bukan hanya kata terucap
namun tangan sudah mengepal
bukan untuk mengingkari
janji akan ku bawa sampai mati
kewajiban untuk kutepati

kau mau mati?
ingkarilah janji
saat itu pribadimu telah MATI!

selama(Nya)

cinta tak pernah berbicara
ia larut dalam nafas
dalam raga
dalam ketulusan
setiap peluh berujung tawa
bahagia hati sang terkasih

cinta tak kenal duka
meskipun luka ia tetap cinta
tetap tulus
tetap setia
setiap langkah berujung canda
tujuan mimpi bersama

buah hati kita
ia tak pernah berdusta
ialah kita
buah cinta hati raga dan ketulusan kita
bersama menjalani asa
aku, kau, menjadi dia

dialah pangeran kecil buah kasih
buiah hati karuniaNya
untuk kita jaga, sepenuh jiwa raga.
untuk kita bersama selamanya..

rahasia

rahasia bulan
rahasia bintang
rahasia hati
rahasia mawar
rahasia rindu
rahasia kata
rahasia cinta
kau
yang
teka
teki
jadi
semua?

seribu kata tak hidup dengan mimpi tapi seribu janji tak mati dengan benci lalu seribu bunga tak basi dengan mentari serta seribu perawan tak pergi dengan pelangi bahkan seribu cinta tak setia dengan luka bukan seribu arti tak jengah dengan bumi maka seribu loji tak usang dengan ironi

rahasia bulan
rahasia bintang
rahasia hati
rahasia mawar
rahasia rindu
rahasia kata
rahasia cinta
kau
yang
teka
teki
jadi
semua?

menjaga?

ruang hati tak dapat terbagi
terisi segala memori
atau mungkin pujaan hati
saat kau benar menyadari
tak hanya relung hati
yang memiliki cinta berbiak bagai dara
setiap nafasmu terisi oleh kasihnya

memang mudah untuk mencinta
tapi tak mudah saling menjaga
bunga rumput pun tumbuh
tapi rumput tak dapat menjaganya dari kerapuhan
yang kadang merunduk oleh rayuan embun pagi

kita tak pernah menyadari
kapan cinta datang dan pergi
sampai suatu saat nanti
akan berbicara padamu
tentang hati berikut mimpi
bersama dalam asa,
kasihku sertamu selamanya

Hawa

bulan menyapaku dengan sayu
bintang menabur cinta
dengan terangnya
berkedip seakan nafasnya

udara menusuk
dan aku merindukan Hawa-ku
dimana ia pergi?
mungkin tak akan pernah kembali

rindu seakan mengembun seiring dingin malam
selalu mendarat tepat di kelopak mawarku
hingga aku terpejam
aku menyapamu dalam angan

aku slalu disini, takkan bisa pergi.
Adam yang kau kenal,
pemilik dada yang bertulang rusuk dirimu.


jatuh cinta

kukatakan pada hati
"akankah kau bertahan sejauh ini?"
diam dalam kesunyian
menatap bayangan yang kurindukan
hanya bayangan
semu

"ku tak dapat lagi bertahan dengan luka yang terus di garami"-sahut hati
beserta angin yang percaya
bahwa mata angin adalah tujuannya
aku menghapus bayang
yang selalu menyeretku kedalam hitamnya

bagai dara berbiak
apa daya cinta telah menyeruak
aku mencintai seseorang
yang bahkan tak dapat lagi kulihat punggungnya
hanya bayangan semata

aku mencintaimu bayangan
yang kini hanyalah kenangan

elegi

ketika ku terbangun akan elegi pagi
pujaan hati hilang dipelukan mimpi
aku yang bahagia dekatmu
bahagian akan pelukmu
bahagia akan candamu
hilang saat mentari menyapaku

cengkeram di tekam terik nostalgi
aku tak dapat pergi
terlalu indah
terlalu mempesona
meskipun luka
segala imaji melayang tinggi
dengan hati kutuntun pulang
menuju kenyataan
hati yang usang termakan waktu
detik nafas
kedip langkah
aku tanpamu

kata mati

Kata-kata mati mengepungku
Terlalu banyak definisi yang hinggap hingga lidahku kelu
Kata-kata menjadi sedemikian langka
Seolah aku tak mampu membahasakan cintaku padamu
Semua telah terkurung di ruang pengharapanku
Berisi namamu serta berjuta kenangan yang hadir
Kumaknai kedalamannya
Aku tak ingin membongkarnya,
Meski kata-kata mati telah menusukkan kesedihan di pusat jantungku

kabar hujan hari ini

Apa kata hujan hari ini?
Dia masih menangis sedih
Karena bumi yang diguyurnya masih menyisakan kemarau Pohon-pohon belum juga menghijau
Daunnya meranggas
Rantingnya kurus pucat
Hanya akarnya yang tegar menghujam
Setia menanti hujan datang lagi di keesokan harinya
Seperti inikah jejak yang harus kutapaki?

kenangan-air mata?

jalan panjang yang ku lewati sekarang adalah jalan penuh kesukaran..
terhubung oleh amarah dan hati yang membeku..
untaian demi untaian kata ku pahami,
seperti ada yang menusuk di hati..
saat kau bilang bahwa, aku telah milik dia..
fikir ku, tak boleh ada penyesalan dan sakit ini..

tapi… duri itu benar-benar telah menancap di hati ku..
duri itu telah menjadi darah yang menggarang di dalam darah ku, rasa sessal ku.. rasa sakit ku… bukan karena dia telah memiliki mu, tapi karena ketidak jujuran mu kepada ku ..
awal kau bersikap manis, bahkan sangat manis untuk menarik hati ku,

tapi, setelah kau luluh lantahkan hati ku dengan bunga, kini kau menyambutnya dengan tangan dingin nan beku, dengan curahan kata-kata nan bisu..
dan sekarang kau telah merubah bunga itu menjadi panah yang amat menyakitkan menusuk hati dan jantung ku..
tiada lagi masa-masa indah itu,

kini yang ada hanyalah lembaran dan puing puing kenangan yang menyebar dalam hati , dan fikiran ku..
dan akan ku akhiri ini semua dengan album abu-abu yang usang juga tetesan air mata yang jatuh di setiap kenangan itu…

Tuhan, terimakasih sudah memberiku cemburu. karena disitu tumbuh cinta yang masih bisa kurasakan.

segala hidupku,

saat itu,
yang ku tahu hanya bermain
bersamamu
di pelukanmu
tidur dipangkuanmu

aku tak tahu
aku tak terlalu mengenal dirimu
namun kasih sayangmu lekat oleh nafasku
tubuhku
seluruh hidupku

Tuhan menitipkanku
pada rahimmu
kau yang senantiasa
berkorban nyawa
berkorban hidup lebih dari segalanya

saat masaku beranjak dewasa
kau tak tahu entah kemana
tapi yang kurasakan adalah kasihmu yang senantiasa ada dalam setiap doa
setiap hembus nafasku

ibu, pelita hidupku
doa yang slalu ku rapalkan untukmu
sepertinya takkan pernah cukup untuk menebus segala jasamu
menebus segala hidupmu untukku.
aku belum terlalu mengerti pengorbanan.
kau mengajari aku kasih yang tulus setia
tanpa harap pamrih

di rumahNya kelak,
kita akan berkumpul dalam hangat cinta
ibu, aku cinta kau.
doakan aku disini mewujudkan cita-cita
melanjutkan pesan dan mimpi ibu.

seluruh nafas, untukmu ibu ..

akhir

detik lantunan asa
diakhir tigapuluh hari
di bulan empat
esok sudah berganti
tinggal
aku, sore hingga malam ini
curahan segala harapan
telah kujelaskan lewat langit
suara
pesan
bahkan kenangan
namun engkau terus berjalan
seakan tak kenal lagi kenangan
atau kelupaan?
tentang saat itu
di tempat itu
diantara bumi dan langit
bersaksikan Tuhan
dan sayup angin yang menuju ke ruang kosong
titik airmatamu di bahuku belum kering
masih lekat dalam memori

segala hati,
aku tunjukkan padamu mentari yang hilang ketika senja indah beradu.

manusia

" tanah lempung

tempat segala dosa

perubahan, perbedaan, perasaan

makhluk mulia ciptaanNya


sebuah catatan kaki kehidupan "

mentari

saat senja tak lagi memerah
ia biru terdekap malu
ingin mengungkapkan cinta kepada bulan
namun
ia sadar ia berbeda

senja
tepat jatuh di wajahmu
engkau pergi tanpa permisi
ke ujung samudera
ke lipatan gunung
engkau berpindah arah
menerangi hati yang lain
melupakan aku di tengah gelap malam

saat aku terlelap menikmati malam,
kau kembali
seakan menarikku untuk bersamamu
kembali menikmati sinarmu yang semu.

pelajaran bidadari

menapaki kesekian kali
ribuan langkah
hingga padaku tersungkur
di bahu sesosok bidadari
dari padaku diberikan
diberitahukan
dimana dunia
bagaimana dunia
siapa dunia
apa dunia
hingga semua pelajaran tentang asa
dengan detik tetesan cinta

kini ia telah tiada,
pulang ke tempat ia berada
tanpa lagi disampingku
hilang
membekaskan cinta yang abadi
guratan bahagia

terimakasih bidadari sesaat
akan ku kenang sampai aku pulang padaNya
akan kusampaikan semua
kepada hati yang mencinta

kelu

terjerembab aku di kenangan
belaian bidadari kalbu
semakin dalam
jauh jatuh ke ujung jurang kenangan

inikah rindu?
membuat candu
twalau terasa sangat
biru
kelu
pilu
sembilu

kau buatku menjadi adam
diantara sandiwaramu menjadi hawa
aku terjebak
tak bisa lepas dari semua detik denganmu

aku memang tak seperti kau
cintapun menyelinap tak mampu menunjukkan diri
terhujam di waktu yang sama dicumbuan dengan kasih
tanpamu aku tak bisa

mimpi

buritan cinta
ditengah sayup melodi langit
tersembunyi diantara rindu dan benci
berpeluk kesendirian
pengertian akan senyuman

suatu hari kuberlari
tepat kehatimu
melalui terjal jalan tanpa alas kaki
hingga senja yang membawaku ke alam mimpi


pencarian aku dan kau

kita sedang tunduk pada jalan raya
menggilas debu-debu, kau dan aku
tapak sepatu kita mengukir pulau yang terpenggal
dan lekuk karma yang ribut saat lalu lintas tersendat
kau sibuk memasung bedug
aku deras terdepak menantang halilintar

menguras sisa belerang
penghitam awan
muka kita berpasang-pasang lepas
pada kedap lampu jalanan
untuk sebuah kisah yang hilang
aku dan kau mencari bening yang tersisa.

sore di hatimu

kurakit hati
menyeberangi hamparan janji
sore disanan
hanyutlah lukaku
mengalir ke dalam dadamu
di muara laut kian gelisah

ada yang hilang

ada yang telah lama hilang
dari keberagamaan
dan kesekularan kita
akal sehat,
fitrah kebenaran
dan nurani kebajikan

atau pernahkan mereka ada dalam diri kita?
cinta

Monday, April 29, 2013

sejengkal pantai

mungkin ini pertemuan terakhir
usai sebaris pantai kau jejaki
dalam lembar kertas itu
lalu ombak kembali
ke dalam dunianya

mungkin melepas
rahasia pertemuan
atau merayakan perpisahan
di tubuh mahalaut
bermahkota rumput

dan duduk di kursi
membayangkan sebagai
pengantin atau raja
yang menitah pantai
jadi baris puisi

disini aku membacanya
dengan lidah dan hati terpotong

a-k-u

Tuhan, puji syukur padaMu. Kau telah memberiku hati yang mencintai seseorang sebanyak ini.

cinta, rindu, kita

aku cintamu
yang selama ini datang pergi
menyisakan ruang kosong
disudut hati
tempat aku selalu kembali
mendapat sisa

hati selalu berbalut
rindu bertubi-tubi
yang lunglai di gurat
takdir, dan hanya cintamu
yang membuatku tegak
berdiri

air mata dan isak itu
bukan hanya milikmu
kasih,
tapi juga hari-hariku
dan bisik tegarmu itu
adalah tegarku juga

sungai ini
mari kita sampani
sampai muara
hingga laut
lalu kita taklukan bersama
riak gelombangnya

kita setubuhi hutan
dan eja dedaunan
kita runuti jejak-jejak
cabang hingga akarmya
sampai kita tahu
betapa kokoh cinta ini

jauh dekat ku kait
cinta ini padamu
dan buah kasih kita
agar kita selalu ada dihatimu
dan di hati buah kasih kita

buah hati kita
lihatlah, kasihku
dia adalah aku dan kau
tapi dia juga bukan aku dan kau

rindu ini begitu embun
setiap subuh mengunjungi
putik-putik bunga
tersimpan segar
dihati

Yogyakarta, April 2013

berbeda? tak boleh?

mengapa kita
tak boleh berbeda

beda warna
dikata musuh
beda rasa
dianggap murtad
beda pikiran
dituduh kafir

apakah berbeda
suatu dosa?

ronta kata

yang kumiliki hanyalah kata-kata
yang kutimbun di sekujur jiwa
yang menggelegak meronta
ingin menjemput kenyataan

seketika itu aku tak berdaya
walau berkalikali kubujuk ia
agar diam dalam nyenyak

"biar yang kupunya hanya makna,
akan selalu kunanti kenyataan,"-sahutnya.
Tidak, wahai kata-kataku,
kenyataan hanyalah mimpi indahmu

namun aku tak percaya
aku tak berdaya,-tatkala
kata-kataku merajuk:
"izinkan aku senandung dalam nyanyi
dan lantun dalam puisimu."

belum ada judul #2

kupendam rasa dalam-dalam
di alam lelap

"jadilah kau keindahan abadi, dalam hati!"

namun tak kunjung
aku mampu; ia memberontak!
merobek-robek
kegelapan yang merajut diri
di saat rembulan beranjak
menghindari matahari

kata

tanyakan pada dadaku bagai mana
sesak menahan gemuruh kata
yang mencabik jendela kalbu

tanyakan pada mataku
bagaimana panasanya
menahan gelombang kata yang berdeburan
sepanjang kelopak mata

tanyakan pada bibirku
bagaimana beratnya
menahan terpaan kata yang bertiup kencang
dari kedalam asa

kata mengendap berlapis-lapis
di dasar benak
kata yang tak berujung
menyentuh setiap jari pengharapan
kata yang kubiarkan terbang
bersama sayap kupu-kupu yang rapuh
bersama dandelion saling berhamburan
angin mengalir
bersama sirip air
menuju mata angin

doa

dingin
haru biru
rindu kelu
biru sembilu
mata-Mu berkelebat
menyambar anganku, asaku
aku tersungkur
di hadapanMu

ajaran siang malam

malam, ajari aku melnyelimuti siang
dengan kedamaian
dengan menghadirkan rembulan
dengan menabur bintang
dan lantunan rapalan doa
binatang malam

siang, ajari aku membangunkan malam
dengan keceriaan
dengan menghadirkan mentari
dengan menabur senyuman
dan hangat sapaan

Tuhan
beritahu aku
yakinkan aku
bahwa di sana masih ada hari
masih ada pagi dan sore
saat mentari hadir
dan beranjak pergi
dari jantung hati

ambruk kembali

tak jemu kau membangun
rumah peradaban
megah
mewah
kemudian kau lagi meruntuhkannya
dan
kau dirikan lagi
lalu kau ambrukkan kembali
hancur bekali-kali

bahkan dari alif, sampai melampaui ya'.

Thursday, April 11, 2013

kutulis ombak

aku lahir
kuberikan semesta tangisku
darah mengalir
dari kerja melahirkan luka
jadi sampan
mengalirkan sang pahlawan
ke asal darah
beku
dalam kehangatan airmata

maka, ketika aku kembali
bordil tua itu memberiku tangis
membaringkanku dalam api peti es

aku baca diriku
roh piatu remuk redam
cium rindu dendamku
pada matahari tua
tersangkut ditengah ilalang, panen buah airmata
penjaga sawah ladang menghalau burung migrasi
kabarnya tentang kemarau

aku baca diriku
aku baca diriku pada dirimu
menunggu seekor anjing terluka
berlari mengoyak bau busunya

bersulang sebuah kubangan darah
ditempat pembuangan akhir dalam jiwa
dimana duka membasuh diri
menjadi diriku

dari keris ditanganku
bunga api melahirkanmu
jamahlah kegelapan dalam cahaya
bau singit yang membusuk dari bunga mawar

aku pinang nasibmu dengan nasibku
kenakan wajahku pada wajahmu
kenakan cincin akik ini dijari manismu
dalam lingkaran benda-benda mati
nyalakan lilin dalam api membakar
perhelatan ini berlangsung tanpa bimbingan
di bawah cahaya bulan bintang
tanpa mas kawin,
dengan gemetar kuusap uap tanganmu

terima kasihku,
kau pelihara jiwa yang sebatangkara
sedap malam di taman bunga bawah laut

tanpa pamrih
sampan berlabuh disenantero dirimu
hati yang buta warna tumbuhkan diri

bagaimana kutulis ombak dengan sajak
aku belum pernah mabuk air garam

belum ada judul #1

soreku tertegun
dibawah risauan senja
nanar mentari
mengantarkan hati di bawa pada imaji

kutelusuri
jengkal demi jengkal
sampai tetikam pada situasi
imaji yang kuingat sangat melukai

tunggu--
nampak ini bukan imaji
tetapi setombak kenangan
menusuk sekian dalam
jauh ke dalam pelukan dalam angan

ku beri pelukan, kau sambut cacian
ku beri cinta, kau sambut luka
ku beri pengertian, kau buang dalam perapian

pejamku di kening rembulan
menyambut malam kenangan kesekian
janji yang meluap diumbar terhenti sampai tenggorokan
sampai hati tanpa tujuan

ingat,
janji mimpi dan imaji kita
semua belum sampai tujuan
jika kau peduli,
lekaslah kembali, membawa cinta dan jiwaku kembali di sisi.

terkunci

berawal dari pesan singkat
menapaki kesekian aspal panas
Jogjakarta-Batavia

terbelalak dari renunganku tentangnya
pesan menyahut
gegas kusambut dengan riuh
kuhikmati setiap kata
hingga berjalan indah pada waktu selanjutnya

saling menggali rasa di hati
kujejakkan kaki perlahan menuju sanubari
terbang masuk jauh ke dalam lubuk bidadari

hatiku terkunci!
apa ini?
bidadari mana yang bisa buatku seperti ini
oh Sang Putri

perjalanan waktu,
kita saling membiaskan cinta
berkembang seiring detik
menit demi menit
mengelopak cinta
indah nan mempesona

suara iringan mimpi
selalu menghantarkan kami di buritan janji
indah
mempesona

cinta memang tak dapat memilih
mungkin sanubariku telah terkunci
terkunci ke dalam janji dan mimpi Sang Putri
terbang tinggi --jauh
semakin dalam ku mengikuti alur hati
cinta semakin berbiak bagai beribu dara

cinta tak harus mewah
cinta yang sebernarnya milikku-miliknya
untukku-untuknya
semua tentang kita
Sederhana Tapi Mempesona
-22 April 2009-

hampa

apakah aku mengingatmu
di cerita yang tertekam trotoar
tanpa sengaja
dan pejalan kaki tak dikenal

atau mungkin etalase
yang pernah memahat
wajah kita beserta cinta

entahlah
aku takbisa menyatakan pasti
cuma hampa disini
menjadikan senja terlewati
tanpa sesuatu
yang baru!

shilluet

ada angin tempat kita titip kabar
ada bahasa tempat kita berkata
ada kemestian tempat kita asah kearifan

disini,
sebenarnya tak ada yang lain
dari segumpal cahaya yang ingin menerpa kesewajaran
tuk dibawanya terbang membenam asa
pada decak yang menggetar...
pada ranum yang menyejuk...
pada kesejatian yang mencurah...

...

merayapi diam dalam sukma,
menanti arti jawab yang sesungguh arti.

milikmu juga

imi mimpi
milikmu juga
karena kita tisur berdampingan
di bawah langit yang berangkat tua

menghitung usia bulan
mencari rahasia bintang
terbangun kita dalam
pusaran waktu tanpa nama
apakah ini masa depan?
yang dini
atau masa lalu yang kemudian
kita menyebutnya keabadian

anakku

akhirnya aku menyerah juga pada waktu
menghadang jalanmu kemana kau suka
seperti kebimbangan menggelantung jantung malam
yang kau tak bisa leluasa bermain
tanpa percikan lentera bundamu
merisihkan pelepasan arah perjalanan

lihatlah
betapa awan beriringan menghantar hhujan
membasahi permukaan bumi yang kerontang
lalu hijau menghampar kenyamanan
begitu hendaknya kayuhan hidup
menyusuri detik demi menit hingga kau benar-benar
dianggap dewasa mencari kehidupan

anakku
buatlah satu pembukuan matang
agar kau kembali tanpa cela kemalangan!

entah darimana

anggaplah kita tak saling bertemu ketika angan mengusung bentara
biar keluh-keluh tak terbekas didenyut hati
walau diam-diam aku selalu bertanya
siapakah engkau sebenarnya?
mungkin ketentuan tak perlu saling
memperkenalkan diri sebelum getar menyatu dalam jejak mimpi
maka pulanglah,
biar keraguan itu meranting di pohon
sukma agar tak menua di pinus waktu yang luruh
setiap saat
harapan yang berenang di puncak gunung biarlah
bergembira sejenak
mengutak-ati
kegamangan pentas lautan biru
berangkali malam-malam akan menggelitik kenangan
mula
bersama kemintang mentari entah darimana

Wednesday, April 10, 2013

kusangka

sore sepi
sendu
kelu
menyeruak di hamparan desis kenangan
kasih tak sampai harapan

segumul asap
muncul dari perapian perasaan
tetesan embun dari kelopak mawar
mengalir di persembahan senja menyambut rembulan

aku terbang dalam hasrat
terngiang diantara bait kenangan
teringat kembali masa itu nan kelam

jangan!
jangan pergi
aku telah terbuai kelembutan bidadari
sekian lama telah kucari

aku salah, kumencintai sampai hati
kusangka itu komitmen janji
ternyata bidadari beranjak pergi
meninggalkanku sendiri
di tepi kenangan indah
di ujung janji
di sudut kelabu kepastian

tak sampai hati bidadari mencintai
sekarang pergi bersamanya di lain hati
sang bidadari sederhana tapi mempesona

menyusuri lalu

(lagi-lagi kenangan)
kususuri masa lalu
disini matahari
telah lesap, hingga sulit
menemukan jejakku kembali ...

kemana pipiku
yang kau cubit
saat matahari memar?
dimana kau sembunyikan
jejakku yang tak terpeta
di sepanjang bumi itu?

pohon-pohon hilang
rumpun. daun daun
luruh. menghapus
arah:

mengatup rumah
bagiku pulang
Everyday we have to relieve our promises
It's hard time for us to live by love
You hate, you kill, you torture and seed blood
No one will say: It's Wrong or it's right

And our children will have been feeding hate
what will you say if they shout : kill the man in the name of love and God
We are the cripple ; we are the cruel in this bloody world

We know what we have to do, but no courage in our hearts
To fullfill the world and our life-time by love

God take my hand, I feel so lonely
Why did you desert me in this rough life-time
God so touch my heart, I fell so lonely
I believe, you know, no roses for tears

Like Promotheus we give the fire of love and knowledge
To build the human world, to build the human life
But what did we do by gun-fire and the children-death
Could you tell me where's our human-world, not land of the murderers of the mass

No hate, No war
No torture, No prison
No hunger, No greed
No fear, No blood-shed

mengenang mimpi buruk seorang lelaki mabuk
kesepian di dalam ruang dan waktu berdarah
di tempat dia dilemparkan. 

catatan malam itu

bulan yang sakit
kugenggam bagai kepingan uang logam
agar lebih kupahami makna laut
dan ombaknya yang menyala
sebab yang kuharapkan
tidak sekedar purnama sehari
kuingin rumahku di bukit Sinai
bersama Musa, aku mendakidisambar petir
cahaya memancar sembilu
kuingin cadas berkalung cinta
hingga mengalir wangi dari Firdaus
dan bulan sempurna

sebait sajak untuk Sang Putri

yang kucinta 

dan kupeluk erat

sebaris kesetiaan tiasa batas

dekapan komitmen 

yang dipersatukan Tuhan, tak dapat di pisahkan oleh manusia

cinta


-ditulis bersama asa, setia, dan cinta-
Yogyakarta, April 2013

prasasti perkawinan

telah kuputuskan negeri leluhur cinta
menjadi ladang tempatku bersemi
menjadi Altar tempatku bersimpuh

aku turun dari angin
kuhunjamkan kaki sedalam kengerian
kurengkuh tangan sejauh napas
penghabisan

inilah pemukiman rindu
dimana cinta bermalam
bergolak timbul tenggelam

aku tengadah bagimu cahaya
rumah-rumahku
kegelapan yang tak mau henti
melobangi atap-atap langit-Mu
doa-doa bergaung
abadiku dalam kasmaran
memandangi-Mu dalam diriku

harapan (2)

malam kini di jelang fajar
harapan harapan terus saja menjagakan mata
seribu bulan ?
biarlah
kita semakin berbiak berbagai rupa
tapi tawa tidak untuk hari ini
sekarang biarlah itu Waislama
sebab sembilan bintang
telah merekah kemarahan
dan bumi
dan matahari
telah berangkat mengembara
dan bulan pun menjadi sabit
serta jerit airmata melengkapkan doa
tentang harapan

harapan (1)

harapan-harapan masih menjagakan mata malam
malam larut
hanyalah malam yang menjadi gelas
tampungan kesunyian dan kenyerian airmata
dan saat siang hari
harapanpun kembali menguap
sepeerti tuak tua yang tajam
minuman nasib

kita begitu berbiak
seperti seribu merpati patah sayap
dalam satu sangkar besar yang
bernama KEGELAPAN
kita terlanjur berbiak
memenuhi ruang-ruang
tapi jam tak lagi milik kita
tapi kesempatan telah terseret
dan di injak kursi sang raja
yang segala
yang semua mulutnya menjelma sabda
hanyalah luka siang-siang kita
yang panjang dan perih
hanyalah angin yang menjeritkan
suara hati yang mengerang

kusuarakan !

ingin kusuarakan apa saja disini
tapi angin punya telinga dan kata-kata
bahkan lampu taman ini
akan merekam dan menyuarakan kembali dengan bahasa lain
lalu dinding memagar tubuhku
kesepian yang mendekam!

ingin kumerdekakan apa saja disini, tapi burung tak punya lagi sarang yang tenteram
pohon-pohon telah memburu kota demi kota
mengubah kemtenteraman menjadi kegaduhan
dan asap yang dimuntahkan beribu cerobong pabrik
adalah oksigenku setiap detik
aku merokok limbah serta mengunyah beton!

ingin kutulis apa saja disini
tapi koran tak lagi punya suara
seribu iklan memadati halaman demi halaman
seperti gula-gula dikunyah anak-anakku
aku hanya membaca bahasa angin
disana kemudian meliuk dibalik bendera setengah tiang
kemudian hening........

ingin kusuarakan kembali
kemerdekaan disini
tanpa granat dan senapan
ingin kuteriakkan penderitaan
burung yang hilang kebebasan terbang
hingga di udara yang terbuka
tak akan lagi ada kecemasan

guguran daun

ada daun saling menggugur
mendarat disamping pintu rumahku
dan warna kuning kelamnya
mengabarkan dunia yang pecah
dengan pribumi berpribadi kelam

hatiku bergetar
gemetar
memandang namaku
yang mencari-cari rumah
akhirku

ada daun gugur
dekat jendelaku
dan warna terbakarnya
memandangku dingin

rumahku, aku kembali

bertahun kujelajahi hutan ini,
sepi sunyi tanpa penghuni
lalu kubangun rumah dekat sungai
agar lebih mudah kukenali mata angin
dekat dengan sumber kehidupan
dan aku tenang memandang bulan
lewat angin,
aku meniupkan tembang-tembang cinta
hingga aku tidur
dan ketika aku bangun
sudah kudapatkan mekar mawar melatiku

pagi sepi
menlongok di ujung jemari
embun menetes di kelopak melati
aku beranjak mendekat senja
sebab tak bisa lagi kuharap lagi bulan di akhir musim ini
atau matahari yang siap tenggelam

dan ketika aku kembali
dimusim yang berbeda
kudapatkan hutan itu telah ramai menjadi kota
dan diantara sungai yang membelah daratan
telah terbangun jembatan
aku tak lupa akan rumah dan melatiku
tapi dimana

hari sederhana

kita tak mengerti
tiba-tiba langit ditusuki jerami atap rumah kita
biru gelap
seluruh angkasa jelaga
mempesonakan seribu layang-layang
masa lalu kanak-kanak kita

kita tak peduli
memenuhi guratan
coretan
di seluruh hati hingga tak terbaca lagi
seluruh air dan tanah jelaga
menjebak setiap kemungkinan
ramalan tabir hidup kita
tabir! bukan takdir!
takdir ada di genggam kita sendiri

sebenarnya seperti kemarin
hari ini adalah kenyataan yang sederhana
mengenang kembali album potret kasih kita
sembari mempelajari setiap jengkal asa
dan san sanubari atmosfer senja
berdua

ilmu kesunyian

seperti kayu aku ikhlas dibakar
dari waktu ke waktu
tubuhku menghitam menjari arang
lebur dalam bara dan abu
di dasar tungku kehidupan-Mu

aku membaca kesunyian
dari masa ke masa
kuhikmati bara dan abu
pada setiap rapalan kusebut penghidupan
melengkapkan arti gerimis dan hujan
di taman atas nama kedamaian

aku lagi
membaca kesunyian
sehabis bara menggenapkan tubuhku
menjadi arang
dari dasar tungku kehidupan-Mu
aku lebur dalam penantian panjang
mengkaji rahasia tangan-Mu

sekarang, telah kubaca setiap kesunyian
di tengah pikuk bumi yang tidak pernah
menawarkan istirahat atau kedamaian
begitu bara membakar hingga aku lebur
ke dalam rapalan pangkuan kasih-Mu
abadi dalam kerajaan-Mu

desismu

tak perlukah kita tertawa? bermanja?
sejenak saja
demi melupakan periuk yang terlanjur terbalik di kalbu

kalau aku boleh tertawa
boleh bermanja
kalau aku boleh menidurkan kecompangan ini di perutmu itu
kalau aku boleh membuka album kenangan kita
sebenarnya kita masih punya keceriaan
tawa dan manja
kata dan cinta
tapi apakah keceriaan dan kebahagiaan itu milik kita?
kita belum sepenuhnya-------desismu

kau belum mau merajakan tenang
dan menjajakan senyum yang tak setiap orang memilikinya.
ombakkanlah itu setiap saat,

Tuesday, April 9, 2013

k a n g e n (!)

Waktu serasa melambat
Ia seolah-olah berjalan melata
Melewati detik dan menitnya
Melampaui hari dan minggu yang kian sunyi
Ini sudah kesekian harinya tanpa kabar darimu
Dan kau tau?
Bagiku ini sangat menjemukan
Berminggu-minggu tanpa sapaanmu benar-benar melelahkan
Tak ada satu pesanpun yang sampai
Padahal aku ingin berkata kalau aku merindukanmu
Mungkin saja nun jauh di sana
Kamu kehujanan dan kepanasan
Tanpa tempat berteduh dan bernaung
Dan aku mencemaskanmu
Aku mengkhawatirkanmu
Kamu harus tahu itu
Rindu ini…
Entah ada gunanya atau tidak
Entah kamu ingat padaku atau tidak
Entah masih ada kesempatan atau tidak
Aku hanya bisa mengadu pada coretan di atas kertas lusuh
Dalam sajak kata yang sama sekali tak indah
Cepatlah kembali
Segera beri aku kabar
Kalau kamu baik-baik saja
Beri tahu aku kalau kamu merindukanku juga

aku (masih) disini

aku ada disini
diantara penghujung waktu
terus dan terus menyelusuri
dari ujung ke ujung sepi
aku masih disini
bersama waktu waktu yang kabur
hingga sampai saat ini
senja pun telah uzur
tetap disini
kian sepi
waktu pun membisu
tiada kata yang mampu ku kutip
masih saja di sini
tak beranjak sama sekali
terdiam dan tergugu
semua serba kelu
di sini saja
Ah…tak mungkin
terus sampai kapan di sini
semuanya sepi
semua kelam
semuanya hampa
ketika waktu membisu
benerkah bagitu
waktu,tolong dijawab…?
aku hampa
aku seperti tak berarti
jangan kau bikin aku serba serbi seperti ini
tapi kenapa
kenapa masih saja diam
bicaralah
walau hanya sapatah kata
kau buat aku binggung seperti ini
aku berceloteh tak menentu
tapi masih saja diam
aku bingung
menguyur dalam geram
ah,aku capek
aku ingin katawa
tapi aku Cuma mampu menangis
tapi tak keluarkan air mata