Gambaran bermain di hati,
di aliran sungai waktu yang tak
terasa kian deras menenggalamkan,
sungguh kularut dan hanyut,
sungguh kularut dan hanyut,
pada keinginan yang selama ini
berat untuk dinyatakan…
Aku datang pada musim terik memuai tatapan,
seakan kemungkinan hanya ada pada
tetes embun yang punah diserap mimpi,
atau jelaga yang setiap saat memagari gerak,
atau jelaga yang setiap saat memagari gerak,
yang tak akan mampu menerima keadaan biar terjadi
…
Kau sutera dari negeri damai datang menyentuhku,
tatapanmu adalah gemuruh rasa yang riak di
palung jiwa,
parasmu bulan penuh terangi gelapku,
dan kemanjaan penyempurna kisah yang ingin
kuurai di rantaian hembus nafasmu.
Datanglah pada sepiku,
untuk kudongengkan tentang pagi yang
sejuk,,
ada cerita mekaran bunga berwarna putih, yang baru saja merekahkan kelopaknya,
ada cerita mekaran bunga berwarna putih, yang baru saja merekahkan kelopaknya,
lembut di sentuh jemari hatimu,
wangian kuntum nafasmu yang terhirup
dalam keinginanku untuk berlarian di tamannya…
Datanglah padaku,
bila sepi meruang tanya,
biar punah keraguanmu,
jadi keinginan kita melagukannya,
seiring petikan bintang-bintang,
untuk direguk saat gerimis jatuh di halaman
sunyi,
karena kecupan adalah jembatan pasti menyeberangi
jurang ketakutan..
Aku berharap,
kata teruntai ini berujung di muara pertemuan kita,
tanpa jengkrik mengusik hening,
tanpa sinar menampilkan rupa,
agar dapat kubernafas di wajahmu,
untuk membisikan lagu lama
peninggalan mimpi yang berdebu…
Lupakanlah selisih waktu yang menebal dan dinding yang aralkan maksud,
sebab rasa pasti akan sama saja,
aku berjanji, kesempatan adalah
lingkaran yang kujaga untukmu,
asal kau mau meruanginya,
biar kini kutunggu kedatanganmu.